Mendengarkan musik dengan headset telah menjadi kebiasaan berbagai kalangan belakangan ini. Terlebih lagi kebijakan belajar dan bekerja di rumah pada pandemi kali ini membuat kalangan pekerja dan pelajar lebih sering menggunakan headset dalam waktu yang cukup lama.
Meskipun alat ini dapat membantu Anda menyimak meeting online atau pelajaran dengan lebih baik, namun penggunaan headset tak bisa sembarangan. Pasalnya, mendengarkan musik terlalu keras dalam durasi lama setiap harinya dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan pendengaran yang serius.
Bagaimana mendengarkan suara keras dapat merusak pendengaran?
Menggunakan headset dapat membantu Anda mendengar sumber suara dari laptop atau pemutar musik lainnya dengan lebih jernih. Namun apabila volume suara yang didengar melalui headset terlalu keras, maka hal ini akan berisiko menyebabkan masalah pendengaran.
Indra pendengaran manusia sangat sensitif terhadap keseimbangan suara yang diterimanya. Pada telinga bagian dalam terdapat ribuan sel telinga, beberapa di antaranya memiliki struktur yang mirip serabut kecil, berfungsi untuk mengirimkan sinyal suara dari telinga kembali ke otak untuk diproses lebih lanjut. Di sinilah otak akan menerjemahkan suara yang Anda dengar.
Ketika seseorang mendengarkan suara yang terlalu keras serta dalam durasi waktu yang lama, sel rambut di telinga akan rusak dan gagal mengirimkan sinyal suara ke otak. Jalur pengiriman sinyal antara sel rambut dan sel saraf juga dapat mengalami kerusakan, sehingga mengacaukan transmisi suara ke otak meskipun sel rambut tetap normal. Dengan kata lain, mendengarkan suara terlalu keras dalam durasi yang panjang dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Berapa volume maksimal mendengarkan suara dengan headset?
Meskipun kebiasaan mendengar suara keras saat menggunakan headset tampak berbahaya, namun penggunaan headset bukanlah satu-satunya faktor yang memicu gangguan pendengaran. Kondisi ini juga dipengaruhi faktor lainnya seperti:
- Lama waktu telinga terpapar suara keras
- Frekuensi mendengarkan suara keras
- Spesifikasi teknis headset yang digunakan
- Adanya riwayat masalah pendengaran dalam keluarga
- Volume suara yang didengarkan
Dilansir dari WHO, batas volume suara yang aman kita dengarkan sehari-hari adalah 85 desibel (dB). Sebagai patokan, seperti dikutip dari CDC, suara berbisik adalah 30 dB. Selain itu, suara percakapan normal sebesar 60 dB, suara lalu lintas yang didengarkan dari dalam mobil 80-85 dB, dan suara deru mesin sepeda motor adalah 95 dB.
Level suara maksimum pada alat dengar pribadi, radio dan televisi yang sangat keras, suara kebisingan di konser dan tempat hiburan malam dapat mencapai 105-110 dB. Jika Anda terlalu sering terpapar suara keras di atas batas suara aman yaitu 85 dB, maka Anda dapat berisiko kehilangan pendengaran dalam waktu singkat.
Berapa lama batasan mendengar suara keras?
Selain volume suara, durasi mendengarkan suara juga menjadi faktor risiko gangguan pendengaran. Dilansir dari laman Health Harvard, seseorang dapat mendengarkan suara dengan paparan rata-rata 85 dB selama 8 jam. Namun jika Anda mendengarkan suara di atas level tersebut menggunakan headset, para ahli menganjurkan untuk mendengarkannya tidak lebih dari satu jam.
Tips mendengarkan musik yang aman
Anda tentu tidak ingin kehilangan pendengaran hanya karena memiliiki kebiasaan mendengarkan musik dengan headset sehari-hari. Untuk mencegah kerusakan telinga lebih lanjut akibat mendengarkan suara keras, Anda dapat mencoba beberapa tips berikut:
1. Sadari volume dan durasi saat mendengarkan musik atau suara keras
2. Gunakan headset hanya sekitar satu jam per hari
3. Batasi volume suara maksimal 60% dari volume maksimal yang bisa diputar oleh headset
4. Pilih headset yang memiliki teknologi peredam bising dan memiliki bentuk ergonomis agar nyaman dipakai dalam waktu yang lama
Mendengarkan musik melalui headset memang menyenangkan. Namun jangan sampai kebiasaan ini justru membahayakan pendengaran Anda dalam jangka panjang. Apabila Anda mengalami gangguan pendengaran, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter THT agar segera mendapat penanganan.
- dr Hanifa Rahma